Teori Perkembangan Etologi
A.
Pengertian Teori Perkembangan Etologi
Etologi
berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti kebiasaan dan logos
yang berarti ilmu atau pengetahuan. Ethos bisa pula berarti etis atau
etika dapat juga berarti karakter. Jadi secara etimologi, etologi berarti ilmu
yang mempelajari tentang kebiasaan atau karakter. Namun etologi lebih dahulu
dikenalkan sebagai ilmu perilaku hewan.
Etologi adalah
suatu cabang ilmu zoology yang mempelajari perilaku atau tingkah laku hewan,
mekanisme, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ilmu yang
mempelajari perilaku atau karakter hewan tersebut digunakan di dalam pendekatan
ilmu psikologi perkembangan. Teori ini mencoba menjelaskan perilaku manusia.
Sehingga di dalam ilmu psikologi, etologi berarti ilmu yang mempelajari
perilaku manusia di dalam pengaturan yang alami. Semua perilaku manusia adalah
bentuk reaksi dari apa yang terjadi di lingkungan alaminya. Teori Etologi
memahami bahwa perilaku manusia mempunyai relevansi dengan perilaku binatang.
Sifat-sifat yang menonjol dari setiap binatang diantaranya adalah sifat
mempertahankan wilayahnya, bertindak agresif, dan perasaan ingin menguasai
sesuatu. Sifat-sifat ini ditemukan pula pada diri manusia. Karena hal tersebut,
maka para etolog memandang bahwa insting merupakan sifat dasar hewan dan aspek
penting dalam memahami perilaku manusia.
Etologi muncul
sebagai kontributor penting terhadap teori perkembangan manusia karena ahli
ilmu hewan Eropa, terutama Konrad Lorenz (1903-1989) lebih sering bekerja
dengan angsa Eurasia, Lorenz mempelajari pola perilaku yang pada awalnya
dianggap telah terprogram dalam gen burung. Pengamatannya mengenai seekor anak
angsa yang baru lahir sepertinya dilahirkan dengan insting untuk mengikuti
ibunya. Pengamatan menunjukkan bahwa anak angsa tersebut langsung mengikuti
induknya segera setelah menetas. Apakah perilaku ini diprogram kedalam anak
angsa tersebut? Dari pertanyaan inilah Lorenz melakukan sebuah eksperimen yang
mengagumkan, Lorenz membuktikan bahwa kesenjangan yang diwariskan ini merupakan
penjelasan yang terlalu sederhana bagi perilaku si anak angsa. Lorenz
memisahkan telur-telur yang ditetsakan oleh seekor angsa ke dalam dua kelompok.
Salah satu kelompok ia kembalikan pada si ibu angsa untuk ditetaskan. Kelompok
yang lain ditetaskan di dalam inkubator. Anak angsa dalam kelompok pertama
mengikuti ibunya segera setelah ditetaskan.
Di sisi lain, anak angsa di kelompok kedua yang langsung melihat Lorenz ketika
mereka menetas, mengikutinya kemanapun ia pergi, seolah ia adalah ibu mereka.
Lorenz menandai anak angsa tersebut dan menempatkan kedua kelompok kedalam
sebuah kotak. Ibu angsa dan “Ibu” Lorenz berdiri berdampingan saat kotak
tersebut diangkat. Tiap kelompokk anak angsa langsung melihat kearah “ibunya”.
Lorenz menyebut proses ini imprinting: pembelajaran yang cepat dan alami
periode kritis yang terbatas yang menghasilkan kelekatan pada benda bergerak
pertama yang terlihat.
B. Teori
Perkembangan Etologi
Teori Etologi
dari perkembangan memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi dan
evolusi (Hinde,1992; Rosenzweig,2000). Teori etologi merupakan sebuah studi
mengenai tingkah laku, khususnya tingkah laku hewan.
Teori ini juga
menekankan bahwa kepekaan kita terhadap jenis pengalaman yang beragam berubah
sepanjang rentang kehidupan, Dengan kata lain, ada periode kritis atau sensitif
bagi beberapa pengalaman. Jika kita gagal mendapat pengalaman selama periode
kritis tersebut, teori etologi menyatakan bahwa perkembangan kita tidak mungkin
dapat optimal. Penamaan (imprinting) dan periode penting (critical period)
merupakan konsep kunci. Teori ini di tegakkan berdasarkan penelitian yang
cermat terhadap perilaku binatang dalam keadaan nyata.
Pandangan
etologi dari Lorenz dan ahli ilmu hewan Eropa lain membuat psikologi
perkembangan Amerika mengetahui pentingnya dasar biologis dari perilaku.
Meskipun demikian, penelitian dan pemaknaan teori etologi masih kekurangan
bahan-bahan yang akan meningkatkan teori tersebut hingga ke tingkat sejajar
dengan lain. Secara khusus, hanya sedikit atau bahkan tidak ada dalam pandangan
etologi klasik yang membahas mengenai karakteristik hubungan sosial sepanjang
rentang kehidupan manusia, sesuatu yang harus dijelaskan oleh teori
perkembangan manapun. Teori etolog klasik lemah dalam mensimulasikan studi
dengan manusia.
Perluasan pandangan etologi akhir-akhirnya ini telah meningkatkan statusnya
sebagai perspektif perkembangan yang berharga. Satu perubahan penting yaitu
daripada menekankan pada periode kritis yang kaku dan sempit, kini teori
etologi menawarkan periode sensitif yang lebih panjang. Salah satu dari
beberapa penerapan penting teori etologi pada perkembangan manusia meliputi
teori kelekatan John Bowlby (1969,1989). Bowlby menyatakan bahwa
kelekatan pada pengasuh selama satu tahun pertama kehidupan memiliki
konsekuensi penting sepanjang hidup. Dalam pandangannya, jika kelekatan ini
positif dan aman, seseorang mempunyai dasar untuk berkembang menjadi individu
yang kompeten yang memiliki hubungan sosial positif dan menjadi matang secara
emosional. Jika hubungan kelekatannya negatif dan tidak aman, menurut Bowlby
saat si anak tumbuh ia akan mungkin menghadapi kesulitan dalam hubungan sosial
serta dalam menangani emosi.
Etologi menekankan bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh biologi,
terkait dengan evolusi dan ditandai oleh periode penting atau peka. Konsep
periode penting (critical period), adalah suatu periode tertentu yang
sangat dini dalam perkembangan yang memunculkan perilaku tertentu secara
optimal. Para Etolog adalah para pengamat perilaku yang teliti, dan
mereka yakin bahwa laboratorium bukanlah setting yang baik untuk mengamati
perilaku. Mereka mengamati perilaku secara teliti dalam lingkungan alamiahnya
seperti : di rumah, taman bermain, tetangga, sekolah, rumah sakit dan
lain-lain.
Pendekatan Metodologis dalam
etologi (Pendekatan yang memahami tingkah laku dengan setting yang alamiah)
Langkah–langkahnya :
1. Mengetahui informasi tentang
spesies tersebut sebanyak mungkin,
2. Mengamati tingkah laku
khasnya,
3. Membandingkan dengan tingkah
laku spesies yang lain.
C. Tokoh- tokoh dalam teori
Etologi
Etologi Modern :
1. Konrad Z. Lorenz ( Austria,
1903-1989)
Sebagai Bapak
Ethologi Modern (Father of modern ethology) yang juga telah meraih Hadiah
Nobel pada tahun 1973. Ia adalah seorang psikologi, zoologi, dan
ornitologi berkebangsaan Austria. Lorenz bertemu dengan Nikolas Tinbergen yang
juga seorang ahli tingkah laku hewan (ethologist). Mereka berdiskusi tentang
hubungan antara respon penyesuaian tempat dengan mekanisme pelepasan yang dapat
menjelaskan timbulnya tingkah laku berdasarkan insting. Pemikiran mereka
merupakan cikal bakal lahirnya etologi.
2 .
Nikolas Tinbergen ( Den Haag, 1907 – 1988
)
Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi penghargaan nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen terkenal dengan empat pertanyaan yang dipercayainya yang harus ditanyakan berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak.
Kerjasama Lorenz dan Tinbergen, mengemukakan bahwa etologi selalu memperhatikan empat jenis penjelasan setiap perilaku:
1. Fungsi: Bagaimana perilaku berpengaruh kuat pada kesempatan hewan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi?
2. Penyebab: Apakah stimuli yang mendapatkan tanggapan itu, dan bagaimana telah diubah oleh pembelajaran terkini?
3. Pengembangan: Bagaimana perilaku berubah dengan umur, dan apakah pengalaman awal yang perlu untuk perilaku dapat diperlihatkan?
4. Sejarah evolusioner: Bagaimana perilaku jika dibandingkan dengan perilaku bersama dalam spesies yang terkait, dan bagaimana mungkin telah timbul melalui proses filogeni?
Lorenz membuat Tinbergen terkenal sebagai tanggapan naluriah yang akan terjadi dan dapat dipercaya dalam kehadiran stimuli yang dapat dikenali (disebut stimuli tanda atau stimuli pembebasan). Pola aksi ini kemudian dapat dibandingkan melintasi spesies bebek dan angsa, serta persamaan dan perbedaan antara perilaku yang dibandingkan dengan persamaan dan perbedaan dalam morfologi.
Seorang etolog dan ornitolog Belanda yang berbagi penghargaan nobel dalam fisiologi atau kedokteran pada tahun 1973 bersama Karl von Frisch dan Konrad Lorenz atas penemuan mereka di bidang biologi. Tinbergen terkenal dengan empat pertanyaan yang dipercayainya yang harus ditanyakan berkenaan dengan berbagai perilaku binatang. Selain itu, dengan metodenya ia menerapkannya untuk menangani gejala autisme pada anak.
Kerjasama Lorenz dan Tinbergen, mengemukakan bahwa etologi selalu memperhatikan empat jenis penjelasan setiap perilaku:
1. Fungsi: Bagaimana perilaku berpengaruh kuat pada kesempatan hewan untuk kelangsungan hidup dan reproduksi?
2. Penyebab: Apakah stimuli yang mendapatkan tanggapan itu, dan bagaimana telah diubah oleh pembelajaran terkini?
3. Pengembangan: Bagaimana perilaku berubah dengan umur, dan apakah pengalaman awal yang perlu untuk perilaku dapat diperlihatkan?
4. Sejarah evolusioner: Bagaimana perilaku jika dibandingkan dengan perilaku bersama dalam spesies yang terkait, dan bagaimana mungkin telah timbul melalui proses filogeni?
Lorenz membuat Tinbergen terkenal sebagai tanggapan naluriah yang akan terjadi dan dapat dipercaya dalam kehadiran stimuli yang dapat dikenali (disebut stimuli tanda atau stimuli pembebasan). Pola aksi ini kemudian dapat dibandingkan melintasi spesies bebek dan angsa, serta persamaan dan perbedaan antara perilaku yang dibandingkan dengan persamaan dan perbedaan dalam morfologi.
Para etolog mencatat bahwa
stimuli yang membebaskan pola aksi tertentu umumnya menonjolkan kemunculan atau
perilaku lain pada anggota spesies mereka sendiri, dan mereka dapat
menunjukkan bagaimana bentuk penting komunikasi hewan dapat ditengahi dengan
pola aksi tertentu yang sedikit sederhana.
Tinbergen melakukan percobaan dengan menggunakan sarang tawon yang
ditempatkan di tengah lingkaran bunga pinus, kemudian lingkaran bunga pinus
dipindahkan disamping sarangnya. Ternyata tawon tersebut kembali ketengah
lingkaran, tidak ke sarang. Demikian pula setelah lingkaran bunga pinus diganti
dengan lingkaran baru tanpa sarang, dan disebelahnya dibentuk segitiga dari
bunga pinus dengan sarang di tengahnya. Hasilnya menunjukkan bahwa tawon
kembali ke lingkaran baru, bukan ke sarang di tengah segitiga bunga pinus.
Hasil tersebut menyatakan bahwa tawon dapat menggunakan suatu bentuk di tanah
dan terus menjaga lingkaran tersebut dengan belajar untuk mangenal sesuatu..
3.JohnBowlby(1907-1990)
Seorang psikiater dan psikoanalis, terkenal karena minatnya dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London. Teori Bowlby (Teori Kelekatan) dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku sangat lekat pada anak sehingga diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebenarnya tingkah laku kelekatan tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby (Hetherington dan Parke,1999) percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi ini menerangkan bahwa ada beberapa fase kelekatan yang akan dialami oleh bayi. Fase-fase kelekatan :
2. Fase kedua
3. Fase ketiga
4. Fase keempat
Seorang psikiater dan psikoanalis, terkenal karena minatnya dalam perkembangan anak. Bowlby lahir di London. Teori Bowlby (Teori Kelekatan) dipengaruhi oleh teori evolusi dalam observasinya pada perilaku hewan. Menurut teori Etologi (Berndt, 1992) tingkah laku sangat lekat pada anak sehingga diprogram secara evolusioner dan instinktif. Sebenarnya tingkah laku kelekatan tidak hanya ditujukan pada anak namun juga pada ibu. Ibu dan anak secara biologis dipersiapkan untuk saling merespon perilaku. Bowlby (Hetherington dan Parke,1999) percaya bahwa perilaku awal sudah diprogam secara biologis. Reaksi bayi berupa tangisan, senyuman, isapan akan mendatangkan reaksi ibu dan perlindungan atas kebutuhan bayi. Proses ini akan meningkatkan hubungan ibu dan anak. Sebaliknya bayi juga dipersiapkan untuk merespon tanda, suara dan perhatian yang diberikan ibu. Hasil dari respon biologis yang terprogram ini adalah anak dan ibu akan mengembangkan hubungan kelekatan yang saling menguntungkan (mutuality attachment).
Teori etologi ini menerangkan bahwa ada beberapa fase kelekatan yang akan dialami oleh bayi. Fase-fase kelekatan :
2. Fase kedua
3. Fase ketiga
4. Fase keempat
Teori etologi
juga menggunakan istilah psychological bonding yaitu hubungan atau
ikatan psikologis antara ibu dan anak, yang bertahan lama sepanjang
rentang hidup dan berhubungan dengan kehidupan sosial (Bowley dalam
Hadiyanti,1992). Bowlby menyatakan bahwa kita dapat memahami tingkah laku
manusia dengan mengamati lingkungan yang diadaptasinya yaitu : lingkungan dasar
tempat berkembang. Dalam kehidupannya seringkali manusia menghadapi ancaman
untuk mendapat perlindungan, anak-anak memerlukan mekanisme untuk menjaga
mereka dan dekat dengan orangtuanya dengan kata lain mereka harus mengembangkan
tingkah laku kelekatan (attachment).
Sexual
imprinting adalah proses-proses yang dipelajari oleh individu untuk mengarahkan
perilaku seksualnya dalam kelompok spesiesnya. Pada penelitian cross-fostering (ibu
asuh) yang dilakukan, dimana suatu individu dibesarkan oleh orang tua atau
induk yang berbeda dari individu tersebut, sehingga memperlihatkan bahwa
imprintingnya juga akan muncul pada awal-awal kehidupannya. Pada kebanyakan
spesies burung, penelitian ini telah menunjukkan bahwa burung yang
perkembangannya diasuh oleh orang tua atau induk lain, pada saat dewasa
nantinya dia akan mencoba kawin dengan anggota spesies induk yang mengasuhnya
(foster-spesies).
Tingkah laku
lain yang ditunjukkan oleh hewan selain imprinting juga dapat diamati. Misalnya
saja adalah perilaku hewan-hewan yang membutuhkan bermain dalam hidupnya. Dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari, kucing suka bermain-main dengan obyek yang
bisa bergerak-gerak yang membuatnya sangat menarik. Sama halnya dengan
manusia pada saat masa anak-anak, mereka suka bermain.
D. Fase-fase Kelekatan dalam Teori Etologi
1. Fase pertama
Merespon kepada seseorang. Fase ini akan
terjadi pada bayi lahir sampai berusia 3 bulan.
Fokus hanya terhadap orang-orang yang dikenalnya. Fase
ini terjadi pada bayi berusia 3 sampai 6 bulan. Hal ini terjadi karena adanya
intensitas aktivitas antara bayi dan orang-orang yang sering berinteraksi
dengannya, sehingga bayi mulai dapat membedakan antara orang yang dikenal dan
yang tidak.
Kelekatan yang intens dan pencarian kedekatan yang aktif terhadap
orang-orang sekitarnya. Fase ini terjadi saat bayi berusia 6 bulan sampai 3
tahun.
Menunjukkan tingkah laku persahabatan. Pada fase ini anak
mulai menunjukkan sikap kelekatan dan ketertarikan terhadap teman sebayanya dan
orang-orang yang baru ditemuinya. Fase ini terjadi pada usia 3 tahun sampai
akhir masa kanak-kanak.
Kelekatan seorang anak mengikuti
arah yang serupa dengan proses pencetakan (imprinting) pada hewan. Imprinting
adalah proses dimana hewan belajar stimuli pemicu untuk melepaskan insting-insting
sosial mereka.
Pada manusia, kita dapat
mengamati proses serupa, meskipun berkembang sangat lambat. Selama
minggu-minggu pertama hidupnya bayi tidak bisa secara aktif mengikuti objek
lewat keinginan mereka sendiri melainkan hanya melakukan respon sosial langsung
kepada orang-orang. Namun, sejak usia 3 bulan mereka mulai mempersempit
kemelekatan mereka hanya kepada beberapa orang, dan akhirnya pada satu orang
saja.
E. Mekanisme
Perkembangan
1. Etologi
menekankan pada proses biologis yang berinteraksi dengan pengalaman. Kematangan
fisik, termasuk perubahan hormonal, perkembangan lokomotor, dan peningkatan
efisiensi sistem saraf menandai pentingnya periode sensitif.
2. Sebagai
tambahan dari perubahan biologis sepanjang rentang kehidupan, terdapat
kemampuan belajar yang innate (yang umum & spesifik). Kemampuan ini
terkait dengan tingkah laku insting, yaitu tingkah laku yang tidak pernah
dipelajari dan muncul karena stimulus eksternal tertentu. Contohnya: tindakan
penyelamatan diri anak ayam oleh induknya karena dapat merespon kapanpun jika
anak-anaknya berada dalam bahaya.
3. Kemampuan
belajar yang dibangun sampai sistem saraf inilah yang memungkinkan organisme
dapat belajar dari pengalamannya.
4. Etologis
juga mempelajari perilaku yang dipelajari (learned behavior) yang
ditujukan untuk adaptasi.
Kritik Terhadap Teori
Etologi yaitu :
1. Konsep
periode kritis dan periode sensitive masih terlalu kaku.
2. Terlalu
menekankan pada dasar biologis.
3. Perhatian
terhadap kognisi kurang memadai.
4. Teori
tersebut lebih baik dalam menghasilkan penelitian-penelitian dengan hewan
daripada dengan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar